KUTAI TIMUR, eksposisi.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar rapat pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023.
Rapat ini dipimpin oleh David Rante dan didampingi oleh Sayid Anjas. Acara ini juga menghadirkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA). Hearing ini berlangsung secara tertutup di Ruang Hearing DPRD Kutim, Bukit Pelangi Rabu, 10 Juni 2024.
“Ini adalah pansus raperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2023. Jadi, kita ingin memastikan berapa realisasi dari APBD kita. Berapa pendapatan yang disepakati dengan pemerintah dan berapa yang terealisasi, serta berapa yang digunakan dalam belanja dan berapa yang tidak dipergunakan, yang artinya menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA),” jelas David. saat ditemui rekan media usai rapat.
David menambahkan bahwa dari laporan yang disampaikan oleh pemerintah, pendapatan daerah mencapai Rp 8,597 triliun, sementara belanja sebesar Rp 8,397 triliun.
“Pendapatan kita itu Rp 8,597 triliun, kemudian belanja Rp 8,397 triliun. Di pembiayaan penerimaan SILPA tahun 2022 sebesar Rp 1,579 triliun, dengan pengeluaran pembiayaan Rp 46,5 miliar. Jadi total SILPA kita untuk tahun 2023 adalah Rp 1,772 triliun,” ungkapnya.
Dalam rapat tersebut, DPRD Kutim juga membahas mengenai kegiatan-kegiatan yang belum dibayar dan telah diakui sebagai utang.
“Kita juga tadi memperjelas soal bagaimana kegiatan-kegiatan yang belum dibayar, yang artinya sudah diakui sebagai utang atau bagaimana. Penyampaiannya sudah diakui sebagai utang, berarti harus diselesaikan di perubahan tahun 2024,” katanya.
David mengungkapkan bahwa ada beberapa catatan utang dari tahun 2022, termasuk di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian, Bagian Perlengkapan Sekretariat Daerah, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).
“Ada dari tahun 2022 di Perkim kalau saya tidak salah, kemudian di PU, di pendidikan, pertanian, bagian perlengkapan sekretaris daerah kemudian di Disperindag. Itu dua tahun anggaran, di 2022 dan di tahun 2023,” jelasnya.
Menurutnya, Pemerintah wajib melunasi utang-utang tersebut pada perubahan tahun 2024.
“Kalau itu sudah diakui sebagai utang ya harus dibayar. Menurut kita di DPRD ya harus dibayar karena anggaran kita ada, uang kita ada dan sudah di-review oleh BPK serta sudah dimasukkan dalam laporan pelaksanaan APBD bahwa ini yang terlaksana dan belum dibayar. Ya tidak ada alasan untuk tidak diselesaikan,” tegasnya.
David menyebutkan jumlah utang pada tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp 189 miliar dan utang kontraktual sebesar Rp 140 miliar.
“Jumlah utang di tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp 189 miliar, dan kontraktual itu Rp 140 miliar,” tutupnya. (adv/dprd/kutim)