KUTAI TIMUR, eksposisi.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur, Agusriansya Ridwan, menyampaikan pandangannya dalam hearing terkait sengketa lahan antara Kelompok Tani Bina Warga Desa Pengadan, Kecamatan Sandaran, dengan PT. Indexim Coalindo dan PT. SBA.
Hearing tersebut diadakan untuk menindaklanjuti surat permohonan rapat dengar pendapat dari Kelompok Tani Bina Warga. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Kutim, Arfan, dan didampingi oleh anggota dewan lainnya seperti Hepnie Armansyah, Agusriansya Ridwan, dan Faizal Rachman. Selain itu, hadir juga perwakilan dari Kelompok Tani Bina Warga, PT. Indexim, Dinas PUPR, PMPTSP, serta tamu undangan lainnya.
Agusriansya Ridwan mengungkapkan kekecewaannya terkait proses pembayaran yang dilakukan tanpa melibatkan kelompok tani.
“Saya sedikit masuk dalam persoalan yang terkesan telah dilakukan pembayaran terhadap wilayah yang mau ditambang, tapi lucunya tidak ada pelibatan kepada kelompok tani yang sudah dari awal bermitra dengan SBA,” ujarnya Agus dalam Hearing di DPRD Kutim. Senin (10/06/2004).
Ia menambahkan bahwa dalam hukum pidana dikenal istilah ‘samen spending’ atau pemufakatan jahat.
“Kan bisa saja kita mendefinisikan itu bahwa ini bisa saja perbuatan korporasi yang tidak memikirkan kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Secara regulasi, menurut Agusriansya, masih banyak pemenuhan legal yang harus dipenuhi dalam rangka kepemilikan lahan.
“Tidak hanya dalam perspektif pertanian, tapi termasuk pengelolaan lahan yang masih ada tahapan yang harus dikembangkan. Paling tidak ada penghargaan yang harus diberikan kepada yang mengeluarkan register bahwa ada masyarakat yang ditodong oleh dinas terkait,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya melibatkan pihak kehutanan dalam kesepahaman antara SBA dan kelompok tani.
“Kalau kita mau rudut itu poinnya juga harus dan apa susahnya melibatkan kehutanan juga dalam kesepahaman SBA dan melibatkan kelompok tani,” tegasnya.
Agusriansya juga mengusulkan agar Dinas terkait dan kepolisian turut serta dalam proses penggantian lahan untuk meminimalisir persoalan.
“Karena kalau dianalisis bapak menggunakan tim analisis di dalam Indexim, ini harusnya tugasnya meminimalisir persoalan,” katanya.
Anggota komisi D itu menyarankan, agar penyelesaian sengketa lahan seluas 73 hektar ini segera dicari solusinya untuk rakyat.
“Menurut saya, mumpung ini belum berlanjut ke sisa-sisa lahan selanjutnya, yang baru 73 hektar ini di clearkan dululah, carilah solusinya itu untuk rakyat,” tutupnya. (adv/dprd/kutim)