KUTAI KARTANEGARA, eksposisi.com – Prosesi Belimbur, salah satu rangkaian puncak Erau Adat Kutai, akan kembali digelar pada Minggu, 28 September 2025. Tradisi yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat ini bukan sekadar ajang saling siram air, melainkan memiliki makna mendalam.
Belimbur dimaknai sebagai simbol pembersihan diri dari hal-hal buruk sekaligus wujud syukur dan kebersamaan.
Menjelang pelaksanaannya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, Thauhid Afrilian Noor, mengingatkan masyarakat agar menjaga ketertiban selama prosesi berlangsung.
“Yang terpenting, belimbur harus sesuai titah Sultan. Gunakan air bersih, jangan yang kotor. Pakai gayung, jangan melempar hingga menimbulkan bahaya. Jangan sampai ada tindakan pelecehan atau perbuatan yang tidak dibenarkan,” tegasnya.
Thauhid mengatakan, area belimbur hanya dibatasi di sepanjang jalur Kepala Benua, mulai dari daerah Mangkurawang, depan Museum Mulawarman Tengah Benua, hingga ke depan Kantor Bupati Kukar, yang dikenal dengan sebutan Buntut Benua.
“Di luar jalur itu tidak diperkenankan. Karena titik utama adalah di Tengah Benua. Jadi masyarakat harus memahami batasannya,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kenyamanan bersama. Menurutnya belimbur merupakan pesta rakyat, bukan ajang untuk berbuat semaunya. Sehingga jika dilaksanakan secara tertib, tentu suasana akan lebih aman dan menyenangkan.
Prosesi Belimbur sendiri dijadwalkan dimulai sekitar pukul 10.00 WITA, setelah air dari Kutai Lama tiba di Tenggarong. Momentum tersebut menjadi tanda resmi dimulainya siram-siraman air antara warga dan peserta prosesi.
Ia berharap masyarakat dapat menikmati tradisi ini dengan penuh suka cita, tanpa mengurangi makna dan keluhuran nilai budaya yang diwariskan.
“Mari kita jaga bersama prosesi belimbur ini, supaya tetap khidmat, meriah, dan menjadi kebanggaan kita semua,” pungkasnya. (adv/disdikbud/kukar)